Taktik Ritase Merampas Pasar Logistik Sejumlah Rp3 Kuadriliun di Indonesia


Startup logistik Indonesia yang konsentrasi di bidang angkutan truk, Ritase sukses kantongi permodalan seri A sebesar US$8,5 juta (seputar Rp121 miliar). Putaran permodalan ini di pimpin Golden State Ventures, yang dibarengi oleh Jafco Asia serta ZWC Ventures.

Dibangun oleh Iman Kusnadi serta David Samuel pada 2017, Ritase sangat mungkin client dari perusahaan temukan serta kerja dengan vendor truk untuk mengangkat beberapa barang mereka ke semua Indonesia.

Ritase jalankan basis software-as-a-services (SaaS) untuk manajemen transportasi yang dipakai baik oleh vendor atau konsumen setia.

Menurut CEO Ritase, Kusnadi, permodalan ini akan dipakai untuk membuat lebih banyak feature seperti chatbot, penentuan biaya yang lebih dinamis, serta cabang logistik antar-pulau. Mereka ingin lakukan ekspansi ke regional lain, dengan Singapura jadi titik awal.

Awalnya, perusahaan sudah pernah kumpulkan permodalan pra-seri A sejumlah US$4,4 juta (seputar Rp 62,7 miliar) dari beberapa investor, salah satunya Insignia Ventura Partners, Beenext, Skystar Capital, serta Mitsubishi.

Memangkas penghubung

Kusnadi sudah 15 tahun menekuni di bagian logistik saat dia mengerti ada sela dalam pengangkutan.

Tidak ada tehnologi yang memberi dukungan (bidang) ini, khususnya bila memperbandingkannya dengan Cina. Dimana ada banyak basis truk yang ada untuk memberi dukungan usaha kecil serta menengah disana.

Terdapat beberapa perusahaan truk di Indonesia dengan beberapa ukuran. Perusahaan besar juga bahkan juga punyai beberapa ribu armada, sesaat perusahaan kecil beberapa ratus. Sebab ini ialah usaha padat modal, menurut Kusnadi, perusahaan-perusahaan ini biasanya tidak memperluas armada mereka. Terkecuali ada agunan volume atau pengembalian investasi, seperti kontrak periode panjang.

Perusahaan besar seperti pelanggannya Ritase–diantaranya Nestle, Unilever, serta Lotte–biasanya bekerja bersama dengan beberapa vendor sekaligus juga. Kata Kusnadi, ini sebab volume pengiriman mereka condong dinamis, seperti mungkin mereka memerlukan 100 truk dalam 1 minggu ini, tetapi cuma 50 truk di minggu seterusnya.

Saat perusahaan-perusahaan ini bekerja bersama dengan beberapa vendor, rumor intinya ialah skema pencarian. Umumnya dari mereka memakai skema seperti SAP untuk mengurus inventaris serta pergudangan, tetapi berhenti saat pengiriman telah tinggalkan gudang.

Tiap vendor truk punyai skema serta proses yang berlainan. Oleh karenanya mereka butuh diurus dengan perorangan.

Karena itu konsentrasi penjualan Ritase yaitu mempunyai satu basis untuk mengurus semua vendor itu. Basis ini memiliki fitur-fitur seperti pencarian pengiriman dengan real-time, optimasi rute, dokumen digital, dan intelijen usaha seperti laporan vendor serta pengiriman.


Ritase umumnya kerja dengan vendor truk memiliki ukuran kecil serta menengah. Startup ini menolong beberapa vendor tersambung dengan perusahaan, bukannya memercayakan penghubung atau broker seperti dahulu. Ini menolong penentuan standard harga dan membuat semua proses jadi lebih transparan.

Di waktu dulu, kata Kusnadi beberapa dari vendor truk yang sekarang bekerja bersama dengan mereka bahkan juga belum pernah berhubungan langsung dengan pelanggannya.

“Banyak pengemudi truk ini tidak yakin diri berjumpa langsung dengan konsumen setia besar. Sebab beberapa dari usaha kecil serta menengah mungkin tidak punyai modal kerja yang cukup, mereka pun tidak punyai tehnologi,” imbuhnya.

Service lain yang disiapkan Ritase ialah pengiriman tagihan. Ketetapan pembayaran konsumen setia mungkin berlama-lama hingga bisa mengakibatkan permasalahan arus kas untuk vendor. “Beberapa vendor seringkali menampik pesanan penambahan karena hanya mereka tidak mempunyai modal yang cukup untuk jalankan usaha,” lebih Kusnadi.

Rintangan yang ditemui Ritase semenjak awal ialah merubah tingkah laku pemakainya. Untuk mendidik pengemudi truk, perusahaan menjalankan Smart Shelter, satu sarana di Surabaya dimana pengemudi dapat belajar langkah memakai aplikasi Ritase dengan efisien sambil beristirahat antara perjalanan.

Ada pula permasalahan mengalihkan vendor serta konsumen setia proses dari manual ke digital. Beberapa vendor mengungkapkan keprihatinannya mengenai keamanan pekerjaan, seperti apa basis automatis ini akan membuat orang keluar dari kerjaannya.

Ritase membebankan ongkos untuk tiap transaksi yang dikerjakan lewat platformnya, serta Kusnadi mengaku langkah itu memberikan keuntungan.

Saat ini, startup ini sudah mempunyai lebih dari 7.500 truk dari seputar 500 perusahaan truk. Ritase sudah layani seputar 150 konsumen setia usaha, serta memfasilitasi 50.000 transaksi per bulannya.

Memperluas posisi logistik antar pulau

Mengatasi 17.000 pulau serta pembangunan infrastruktur yang tidak rata, arena logistik Indonesia memang cukup ramai.

Petahana seperti JNE berkompetisi dengan pendatang baru berbasiskan tehnologi seperti Waresix, yang belakangan ini mengaku mencatat perkembangan relevan tahun kemarin. Ada pula Janio yang di dukung Insignia, yang konsentrasi pada logistik lintas batas. Pemain seperti Ninja Van, dan unicorn GOJEK serta Grab, ada merambah usaha logistik di tanah air.

Kompetitor langsung Ritase ialah Kargo Technologies, yang konsentrasi pada truk. Dibangun oleh bekas manager umum Uber untuk Cina serta Indonesia, basis Kargo kerja sama dengan Ritase. Investor dalam putaran permodalan awal Kargo sejumlah US$7,6 juta (sama dengan Rp 108,4 miliar) terhitung Sequoia Capital India serta pendiri Uber Travis Kalanick.

Kusnadi mengharap justru semakin banyak kompetitor yang ada sebab ia berpikir, jika pasar lumayan besar untuk beberapa pemain.

Perusahaan analisa pasar Mordor Intelligence memang mengutamakan, jika pasar logistik Indonesia direncanakan akan tumbuh melewati ukuran US$150 miliar (seputar Rp2,1 kuadriliun) pada tahun 2025.

“Indonesia, contohnya, dapat dibuktikan mempunyai satu diantara ongkos logistik paling tinggi yakni US$215 miliar (seputar Rp3 kuadriliun) per tahun, yang disebut seperempat dari keseluruhan PDB,” kata Terrance Lok, satu diantara pendiri serta partner di ZWC Ventures.

Pemain lain di Asia kata Terrance Lok condong punyai ongkos logistik jadi prosentase PDB yang lebih rendah dari 10 %. “Pada waktu yang sama, sebab proliferasi e-commerce serta mengonsumsi customer tambah tinggi, pasar logistik di Indonesia tumbuh seputar 11 % CAGR sepanjang empat tahun paling akhir,” imbuhnya.


Ritase telah jalankan service logistik rasio kecil untuk antar pulau. Sekarang baru pulau Jawa serta Sumatra sebagai rute angkutan paling menguasai, sebab berkembang infrastruktur daratnya juga mencukupi.

Rintangannya terdapat dibagian timur Indonesia, seperti pulau Sulawesi serta Papua. Tidak hanya mengontrak beberapa vendor, konsumen setia yang kirim kesana butuh kerja dengan jalan pengiriman di sejumlah titik dalam rantai suplai. Ini meningkatkan susunan yang lebih kompleks.

“Yang tentu ada ruangan buat tehnologi untuk masuk ke [pengiriman],” kata Kusnadi. “Fakta jika Indonesia mempunyai 17.000 pulau membuat kami benar-benar bersedia bekerjasama dengan serta memberi dukungan pemain logistik lokal.”

Post a Comment

0 Comments